by. Dian Afrilia
Mendasarkan diri pada pemikiran psikoanalisis, Sigmund
Freud. Manusia dilihat sebagai makhluk biologis. Seperti makhluk hidup yang
lain, memiliki unsur utama daging dan darah. Sebagai makhluk biologis, manusia
terus menerus berada dalam siklus keseimbangan dan ketidakseimbangan. Saat
dalam keseimbangan, tubuh manusia dalam keadaan, sedang terpenuhi kebutuhan dirinya.
Sebaliknya, ketidakseimbangan merupakan keadaan belum terpenuhinya tuntutan
tubuh.
Sebagai makhluk biologis, bertubuh. Manusia digerakan oleh instingnya. Secara otomatis, mencari kenikmatan dan menghindari ketidaknyamanan. Salah satu insting yang mendorong perilaku manusia, sama seperti hewan, adalah insting hidup. Keberadaannya memungkinkan manusia untuk bertahan, melanjutkan hidup dan berkembang.
Manusia berbeda dengan hewan. Untuk bertahan hidup, hewan
mengandalkan tubuh fisik. Sedangkan manusia mengandalkan yang namanya kesadaran.
Kesadaran ini hadir, sesuatu yang tidak dialami oleh hewan. Karena terjadinya
dialektika, antara keadaan internal (tuntutan tubuh biologis) dengan realitas
eksternal.
Keberadaan kesadaran, pada diri manusia, memungkinkannya
untuk menguasai realitas. Tapi, ada harga mahal yang harus dibayar. Manusia semakin
berjarak dengan ketidaksadaran. Mengingatkan kembali, bahwa kehadiran kesadaran,
hanya upaya manusia memenuhi kebutuhan tubuh. Sesuatu yang datang dari tuntutan
tubuh biologis.
Sebagai makhluk hidup. Tentu manusia seperti makhluk hidup yang lain. Memiliki siklus memenuhi kebutuhan. Tapi, keberadaan kesadaran, memungkinkan manusia berada dalam siklus berbeda dan terkadang rumit.
Kerumitan ini dapat dijelaskan sebagai berikut. Bila
hewan, sebatas siklus pemenuhan kebutuhan yang sifatnya sederhana. Kondisi
tidak seimbang menuju kondisi seimbang. Sedangkan manusia, memiliki liku-likunya
sendiri, perihal pemenuhan kebutuhan.
Saat manusia berada dalam keadaan tidak seimbang (tubuh
sedang dalam keadaan berkebutuhan). Manusia memiliki dua proses, adanya
kesadaran pada diri manusia, proses primer dan sekunder. Proses primer, saat manusia
sedang berada dalam tuntutan kebutuhan. Hal pertama yang akan dilakukan adalah berkesadaran
cara memenuhi kebutuhan tersebut.
Keberadaan kesadaran, saat manusia memenuhi kebutuhan, memungkinkan
adanya catexis dan anticatexis. Catexis ini adalah terpusatnya kesadaran pada objek untuk memenuhi
kebutuhan. Sedangkan, anticatexis
adalah objek lain yang hadir bersamaan saat keadaan berkebutuhan. Keberadaan,
kedua hal tersebut, menghambat manusia untuk segera memenuhi kebutuhannya.
Sekaligus menempatkan manusia dalam keadaan konflik dan terhambat untuk segera
berada dalam keseimbangan.
Beranjak sejenak, tapi sambil tetap mengingat, proses
primer manusia untuk memenuhi kebutuhan. Dan kaitanya soal dialektika antara
keadaan internal manusia dengan realitas eksternal. Realitas sekarang ini,
seperti banyak kita ketahui, lebih banyak hidup dalam dunia media elektronik.
Kecanggihan dunia elektronik, melahirkan istilah yang
dinamakan dengan simulacra atau dunia
simulasi. Suatu konsep yang dihadirkan oleh Jean Baudrillard (1929-207),
pemikir post-strukturalisme. Simulacra
memiliki hukum, bahwa daur ulang atau reproduksi objek dan peristiwa". Suatu objek dihadirkan seakan
sama atau menyerupai realitas aslinya, tetapi sesungguhnya tidak nyata.
Berdasarkan keadaan saat ini, terbiasa dalam keadaan realitas palsu. Tentu manusia sulit mengembangkan kesadarannya. Jika kesadaran itu sendiri lahir dari dialektika dengan realitas. Sedangkan dihadapan manusia itu sendiri merupakan realitas palsu.
Keadaan terus menerus seperti ini, manusia akan terus
kehilangan kesadarannya. Sebab manusia terbiasa berada dihadapkan dengan objek
palsu. Objek itu sendiri merupakan sarana memenuhi kebutuhan manusia. Sama
halnya manusia terjebak dalam proses primer pemenuhan kebutuhan. Proses awal
yang masih dalam tataran kesadaran. Kesadaran yang bernegosiasi dengan realitas
palsu. Sehingga menghayutkan manusia dalam dunia simulasi, dunia simulacra.